Senin, 17 Juni 2013

“PENGANTAR HUKUM KETENAGAKERJAAN INDONESIA”


BAB I
PENDAHULUAN

A.    SEJARAH HUBUNGAN PERBURUHAN
Di Indonesia riwayat hubungan perburuhan diawali dengan suatu masa yang sangat suram yakni zaman perbudakan, rodi, dan poenale sanksi (sanksi poenale). Perbudakan adalah suatu peristiwa dimana seseorang yang disebut budak melakukan pekerjaan di bawah pimpinan orang lain. Para budak ini tidak memiliki hak atas kehidupannya. Para budak hanya memiliki kewajiban untuk melakukan pekerjaan yang diperintahkan tuannya. Pemilik budak merupakan satu – satunya pihak yang mendominasi antara pemberi dan penerima pekerjaan.
 Perbudakan pada zaman dahulu disebabkan karena para raja, pengusaha yang mempunyai ekonomi kuat membutuhkan orang yang dapat mengabdi padanya, sementara penduduk miskin yang berkemampuan secara ekonomis saat itu cukup banyak yang disebabkan oleh rendahnya kualitas sumberdaya manusia, sehingga tidak mengherankan perbudakan hidup tumbuh dengan subur.
Perbudakan sebagai bentuk pengerahan tenaga kerja yang tidak manusiawi dan tercela tersebut mulai mendapat perhatian dari Gubernur Jendral Inggris yang berkuasa saat itu yakni T.S Raffles yang dikenal anti perbudakan, upaya untuk penghapusan perbudakan saat itu dilakukkan dengan mendirikan suatu lembaga yang disebut The Java Benevolent Institution.
Rodi merupakan kerja paksa yang dilakukan oleh rakyat untuk kepentingan pihak penguasa atau pihak lain dengan tanpa pemberian upah, dilakukan di luar batas perikemanusiaan. Pada kerajaan – kerajaan di Jawa, rodi itu dilakukan untuk kepentingan raja dan kepentingan anggota keluarhanya, para pembesar, para kepala dan pegawai serta kepentingan umum seperti pembuatan dan pemeliharaan jalan, jembatan dan sebagainya. Hendrik Willem Daendels (1807-1811) adalah tersohor karena kerja paksanya untuk membuat jalan dari Anyer sampai Banyuwangi. Jumlah penduduk yang mati karenanya tidak terbilang.
Poenele sanksi terjadi karena adanya kebijaksanaan Agrarische Wet tahun 1870 yang berimplikasi pada ketersediaan lahan perkebunan swasta yang sangat besar. Untuk menjamin perusahaan ini membutuhkan buruh yang tetap dapat melakukan pekerjaan maka di dalam Algemenen Politie Strafreglement dicantumkan ketentuan (stb 1872 no.111) yang menetapkan bahwa buruh yang tiada dengan alasan yang dapat diterima, meninggalkan atau menolak melakukan pekerjaan dapat dipidana dengan denda antara Rp16 sampai Rp25,- atau dengan kerja paksa selama 7 sampai 12 hari. Pengenaan hukuman kepada buruh yang tidak melaksanakan pekerjaan inilah yang disebut dengan “Poenale Sanksi”