BAB I
PENDAHULUAN
A.
SEJARAH
HUBUNGAN PERBURUHAN
Di Indonesia riwayat hubungan perburuhan
diawali dengan suatu masa yang sangat suram yakni zaman perbudakan, rodi, dan
poenale sanksi (sanksi poenale). Perbudakan adalah suatu peristiwa dimana
seseorang yang disebut budak melakukan pekerjaan di bawah pimpinan orang lain. Para
budak ini tidak memiliki hak atas kehidupannya. Para budak hanya memiliki
kewajiban untuk melakukan pekerjaan yang diperintahkan tuannya. Pemilik budak
merupakan satu – satunya pihak yang mendominasi antara pemberi dan penerima
pekerjaan.
Perbudakan
pada zaman dahulu disebabkan karena para raja, pengusaha yang mempunyai ekonomi
kuat membutuhkan orang yang dapat mengabdi padanya, sementara penduduk miskin
yang berkemampuan secara ekonomis saat itu cukup banyak yang disebabkan oleh
rendahnya kualitas sumberdaya manusia, sehingga tidak mengherankan perbudakan
hidup tumbuh dengan subur.
Perbudakan sebagai bentuk pengerahan
tenaga kerja yang tidak manusiawi dan tercela tersebut mulai mendapat perhatian
dari Gubernur Jendral Inggris yang berkuasa saat itu yakni T.S Raffles yang
dikenal anti perbudakan, upaya untuk penghapusan perbudakan saat itu dilakukkan
dengan mendirikan suatu lembaga yang disebut The Java Benevolent Institution.
Rodi merupakan kerja paksa yang
dilakukan oleh rakyat untuk kepentingan pihak penguasa atau pihak lain dengan
tanpa pemberian upah, dilakukan di luar batas perikemanusiaan. Pada kerajaan –
kerajaan di Jawa, rodi itu dilakukan untuk kepentingan raja dan kepentingan
anggota keluarhanya, para pembesar, para kepala dan pegawai serta kepentingan
umum seperti pembuatan dan pemeliharaan jalan, jembatan dan sebagainya. Hendrik
Willem Daendels (1807-1811) adalah tersohor karena kerja paksanya untuk membuat
jalan dari Anyer sampai Banyuwangi. Jumlah penduduk yang mati karenanya tidak
terbilang.
Poenele sanksi terjadi karena adanya
kebijaksanaan Agrarische Wet tahun 1870 yang berimplikasi pada ketersediaan
lahan perkebunan swasta yang sangat besar. Untuk menjamin perusahaan ini
membutuhkan buruh yang tetap dapat melakukan pekerjaan maka di dalam Algemenen
Politie Strafreglement dicantumkan ketentuan (stb 1872 no.111) yang menetapkan
bahwa buruh yang tiada dengan alasan yang dapat diterima, meninggalkan atau
menolak melakukan pekerjaan dapat dipidana dengan denda antara Rp16 sampai
Rp25,- atau dengan kerja paksa selama 7 sampai 12 hari. Pengenaan hukuman
kepada buruh yang tidak melaksanakan pekerjaan inilah yang disebut dengan
“Poenale Sanksi”